Rabu, 25 Mei 2016

MENJELANG RAMADHAN MALAIKAT JIBRIL BERDOA

Hadits Doa Jibril 1:

Dari Ka’ab bin Ujrah r.a. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Mendekatlah kalian ke mimbar!”
Lalu kami pun mendekati mimbar itu. Ketika Rasulullah menaiki tangga mimbar yang pertama, beliau berkata, “Amin.” Ketika beliau menaiki tangga yang kedua, beliau pun berkata, “Amin.” Ketika beliau menaiki tangga yang ketiga, beliau pun berkata, “Amin.”
Setelah Rasulullah saw. turun dari mimbar, kami pun berkata,
“Ya Rasulullah, sungguh kami telah mendengar dari engkau pada hari ini, sesuatu yang belum pernah kami dengar sebelumnya.”
Rasulullah saw. bersabda, “Ketika aku menaiki tangga pertama, Jibril muncul di hadapanku dan berkata,
“Celakalah orang yang mendapati bulan Ramadhan yang penuh berkah, tetapi tidak memperoleh keampunan.” Maka aku berkata, “Amin”
Ketika aku menaiki tangga yang kedua, Jibril berkata,
“Celakalah orang yang apabila namamu disebutkan, dia tidak bersalawat ke atasmu.” Aku pun berkata, Amin.’
Ketika aku melangkah ke tangga ketiga, Jibril berkata,
“Celakalah orang yang mendapati ibu bapaknya yang telah tua, atau salah satu dari keduanya, tetapi keduanya tidak menyebabkan orang itu masuk surga.” Akupun berkata, Amin :”  (HR. Hakim)

Hadits Doa Jibril 2:

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,
أن رسول الله صلى الله عليه و سلم رقي المنبر فقال : آمين آمين آمين فقيل له  يارسول الله ما كنت تصنع هذا ؟ ! فقال : قال لي جبريل : أرغم الله أنف عبد أو بعد دخل رمضان فلم يغفر له فقلت : آمين ثم قال : رغم أنف عبد أو بعد أدرك و الديه أو أحدهما لم يدخله الجنة فقلت : آمين ثم قال : رغم أنف عبد أو بعد ذكرت عنده فلم يصل عليك فقلت : آمين
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam naik mimbar lalu beliau mengucapkan, ‘Amin … amin … amin.’ Para sahabat bertanya, ‘Kenapa engkau berkata demikian, wahai Rasulullah?’ Kemudian, beliau bersabda, ‘Baru saja Jibril berkata kepadaku, ‘Allah melaknat seorang hamba yang melewati Ramadan tanpa mendapatkan ampunan,’ maka kukatakan, ‘Amin.’ Kemudian, Jibril berkata lagi, ‘Allah melaknat seorang hamba yang mengetahui kedua orang tuanya masih hidup, namun itu tidak membuatnya masuk Jannah (karena tidak berbakti kepada mereka berdua),’ maka aku berkata, ‘Amin.’Kemudian, Jibril berkata lagi, ‘Allah melaknat seorang hamba yang tidak bersalawat ketika disebut namamu,’ maka kukatakan, ‘Amin.””
Hadis ini dinilai sahih oleh Al-Mundziri.

Hadits Doa Jibril 3:

Dari Abi Hurairah Ra, Rasulullah naik ke atas mimbar, kemudian beliau berkata :
“Aamiin… Aamiin… Aamiin…”.
Kemudian ditanyakan (para sahabat), kepada beliau :
“Wahai Rasulullah, saat engkau naik ke atas mimbar, engkau sampai mengatakan Aamiin (3x) (ada apakah gerangan?)”
Kemudian Rasulullah memberikan keterangan sebagai berikut:
“Jibril telah datang kepadaku dengan mengatakan : “Barang siapa yang telah datang kepadanya bulan Ramadhan (puasa), kemudian dia tidak mendapatkan pengampunan (pada bulan Ramadhan tersebut), maka ia dimasukkan ke dalam api neraka dan Allah jauh dari dirinya, maka katakanlah: Aamiin”. Kemudian aku mengaminkannya.
“Dan barang siapa yang mendapatkan orang tuanya (ketika keduanya masih hidup), atau salah satu diantara kedua orang tuanya masih hidup, sementara (dia mampu berbuat baik untuk kedua atau salah satu diantara keduanya), kemudian dia tak mau berbuat baik kepada keduanya, atau salah satu diantara keduanya (yang masih hidup tadi), kemudian mati, maka Allah akan memasukkannya ke dalam api neraka, dan Allah jauh dari dirinya, maka aku katakan :Amin”
“Dan barang siapa yang dimana namaku disebutkan (didepannya) , kemudian dia tak memberikan shalawat kepadaku, maka Allah akan memasukkannya kedalam api neraka dan Allah sangat jauh dari dirinya, maka katakanlah (wahai Muhammad SAW) (amin), maka aku katakan “Amin”
(H.R Ibnu Hibban didalam kitab shahihnya 3:188).

SISTEM PEMERINTAHAN DAN OTONOMI DAERAH

MAKALAH
SISTEM  PEMERINTAHAN DAN OTONOMI DAERAH

Dosen Pengampu : Teguh Setiadi, S.Kom, M.Kom



 





Disusun oleh :
Nama :   Afni Mardhiyah
Kelas  :   SKA.14.1
NPM   :   1104514100002



SEKOLAH TINGGI ELEKTRONIKA DAN KOMPUTER
STEKOM WELERI
2016






KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA”
Makalah ini berisikan tentang informasi Pengertian SISTEM PEMERINTAHAN   diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang bentuk pemerintahan nkri.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

Weleri,  Mei 2016

Penyusun
Afni Mardhiyah











DAFTAR ISI

Halaman judul.................................................................................... i
Kata pengantar....................................................................................ii
Daftar isi.............................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................1
A.    Latar Belakang....................................................................................1
B.     Perumusan Masalah............................................................................1
C.     Tujuan Penulisan.................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................3
a.       Pengertian Pemerintahan.........................................................3
b.      Macam-macam Sistem Pemerintahan Negara.........................4
c.       Ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer:.............................5
d.      Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer..........................6
e.       Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer :....................7
f.       Sistem Pemerintahan Indonesia...............................................7
g.      Kelebihan Sistem Pemerintahan Indonesia.............................9
h.      Pengertian Otonomi Daerah....................................................9
i.        Dasar Hukum Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Indonesia....10
j.        Tujuan Pelaksanaan Otonomi Daerah­­.....................................12
k.      Dampak Pelaksanaan Otonomi Daerah...................................12
l.        Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Indonesia............................13
m.    Bagaimana hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Era Otonomi Daerah serta problematikanya?.............................................................13
BAB III PENUTUP.............................................................................21
DAFTAR PUSTAKA............................................................................22







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat. Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut.
Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat, menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga menjadi sistem pemerintahan yang kontiniu dan demokrasi dimana seharusnya masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan tersebut. Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan sistem pemerintahan itu secara menyeluruh.
Secara sempit,Sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari rakyatnya itu sendiri. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka penulis memberi judul “SISTEM   PEMERINTAHAN   INDONESIA‘’.

B.     Perumusan Masalah
Agar perumusan masalah ini tidak meluas maka penulis perlu membatasi ruang lingkup masalah Sistem Pemerintahan ini adalah sebagai berikut :
1.      Apa Definisi Sistem Pemerintahan?
2.      Apa saja macam-macam Sistem Pemerintahan Negara?
3.      Bagaimana ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer?
4.      Apa kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer?
5.      Apa kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer ?
6.      Bagaimana Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Indonesia?
7.      Apa kelebihan Sistem Pemerintahan Indonesia?
8.      Apa Pengertian Otonomi Daerah?
9.      Bagaimana Dasar Hukum Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Indonesia?
10.  Apa saja tujuan Pelaksanaan Otonomi Daerah­­?
11.  Apa dampak Pelaksanaan Otonomi Daerah?
12.  Bagaimana Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Indonesia?
13.  Bagaimana hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Era Otonomi Daerah serta problematikanya?
           
C.     Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui Pengertian Pemerintahan
2.      Mengetahui Macam-macam Sistem Pemerintahan Negara.
3.      Mengetahui dan memahami Ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer
4.      Mampu menyebutkan Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer
5.      Mampu menyebutkan Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer
6.      Untuk mengetahui Sistem Pemerintahan Indonesia
7.      Mampu menyebutkan Kelebihan Sistem Pemerintahan Indonesia
8.      Untuk mengetahui Pengertian Otonomi Daerah
9.      Mampu menyebutkan Dasar Hukum Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Indonesia
10.  Mampu menyebutkan Tujuan Pelaksanaan Otonomi Daerah­­
11.  Mampu menyebutkan Dampak Pelaksanaan Otonomi Daerah
12.  Untuk mengetahui Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Indonesia
13.  Untuk mengetahui hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Era Otonomi Daerah serta problematikanya?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pemerintahan
Sistem adalah suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang mempunyai hubungan fungsional terhadap keseluruhan. Dengan demikian dalam usaha ilmiah sistem adalah suatu tatanan atau susunan yang berupa suatu struktur yang terdiri dari bagian-bagian atau komponenyang berkaitan antara satu dengan lainnya secara teratur dan terencana untuk mencapai suatu tujun. Maka dalam arti yang luas, pemerintahan adalah segala bentuk kegiatan atau aktifitas penyelenggaraan negara yang dilakukan oleh organ-organ negara yang mempunyai otoritas atau kewenangan untuk menjalankan kekuasaan. Pengertian pemerintahan seperti ini mencakup kegiatan atau aktifitas penyelenggaraan negara yang dilakukan oleh eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Dalam arti yang sempit, pemerintahan adalah aktivitas atau kegiatan yang diselenggarakan oleh fungsi eksekutif, presiden ataupun perdana menteri, sampai dengan level birokrasi yang paling rendah tingkatannya. Dari dua pengertian tersebut, maka dalam melakukan pembahasan mengenai pemerintahan negara titik tolak yang dipergunakan adalah dalam konteks pemerintahan dalam arti luas. Yaitu meliputi pembagian kekuasaan dalam negara, hubungan antar alat-alat perlengkapan negara yang menjalankan kekuasaan tersebut.
Dengan demikian, jika pengertian pemerintahan tersebut dikaitkan dengan pengertian sistem, maka yang dimaksud dengan sistem pemerintahan adalah suatu tatanan atau susunan pemerintahan yang berupa suatu struktur yang terdiri dari organ-organ pemegang kekuasaan di dalam negara dan saling melakukan hubungan fungsional di antara organ-organ tersebut baik secara vertikal maupun horisontal untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki.  Jadi, sistem pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antar lembaga negara, dan bekerjanya lembaga negaradalam mencapai tujuan pemerintahan negara yang bersangkutan. Tujuan pemerintahan negara pada umumnya didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara. Misalnya, tujuan pemerintahan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

B.     Macam-macam Sistem Pemerintahan Negara.
1.      Sistem Pemerintahan Presidensial
Sistem presidensial merupakan sistem pemerintahan negara republik yang mana kekuasaan eksekutif dipilih melalui pemilihan umum dan dibedakan dengan kekuasaan legislatif. Sistem presidensial juga disebut dengan sistem kongresional. Negara yang menganut sistem presidensial : Indonesia, Amerika Serikat, Filipina
2.      Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem parlementer adalah sistem pemerintahan di mana pihak parlemen berperan aktif dalam pemerintahan, yang nyata dibuktikan dengan wewenang parlemen untuk mengangkat dan memberhentikan perdana menteri. Negara yang menganut sistem parlementer : Inggris, Jepang, Malaysia, Belanda
3.      Sistem Pemerintahan Semi-Presidensial
Sistem semi-presidensial adalah sistem pemerintahan yang menggabungkan dua sistem pemerintahan, yaitu presidensial dan parlementer. Negara yang menganut sistem semi-presidensial : Prancis
4.      Sistem Pemerintahan Komunis
Komunisme sebenarnya merupakan suatu ideologi. Namun pada perkembangannya, ada beberapa negara yang menggunakan komunis sebagai suatu sistem pemerintahan dalam negara tersebut.
C.     Ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer adalah sebagai berikut :
1.      Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang anggotanya dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif.
2.      Anggota parlemen terdiri atas orang-orang dari partai politik yang memenangkan pemiihan umum. Partai politik yang menang dalam pemilihan umum memiliki peluang besar menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan besar di parlemen.
3.      Pemerintah atau kabinet terdiri dari atas para menteri dan perdana menteri sebagai pemimpin kabinet. Perdana menteri dipilih oleh parlemen untuk melaksakan kekuasaan eksekutif. Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif berada pada perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Anggota kabinet umumnya berasal dari parlemen.
4.      Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat bertahan sepanjang mendapat dukungan mayoritas anggota parlemen. Hal ini berarti bahwa sewaktu-waktu parlemen dapat menjatuhkan kabinet jika mayoritas anggota parlemen menyampaikan mosi tidak percaya kepada kabinet.
5.      Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan adalah perdana menteri, sedangkan kepala negara adalah presiden dalam negara republik atau raja/sultan dalam negara monarki. Kepala negara tidak memiliki kekuasaan pemerintahan.
6.      Sebagai imbangan parlemen dapat menjatuhkan kabinet maka presiden atau raja atas saran dari perdana menteri dapat membubarkan parlemen. Selanjutnya, diadakan pemilihan umum lagi untuk membentukan parlemen baru.
Ciri-ciri dari sistem pemerintahan presidensial adalah sebagai berikut.
1.      Penyelenggara negara berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen, tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan majelis.
2.      Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertangungjawab kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau legislatif.
3.      Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Hal itu dikarenakan presiden tidak dipilih oleh parlemen.
4.      Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer.
5.      Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan. Anggota parlemen dipilih oleh rakyat.
6.      Presiden tidak berada dibawah pengawasan langsung parlemen.
Sistem pemerintahan Presidensial merupakan system pemerintahan di mana kepala pemerintahan dipegang oleh presiden dan pemerintah tidak bertanggung jawab kepada parlemen (legislatif). Menteri bertanggung jawab kepada presiden karena presiden berkedudukan sebagai kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan. Contoh Negara: AS, Pakistan, Argentina, Filiphina, Indonesia.
D.    Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer
·         Pembuat kebijakan dapat ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif berada pada satu partai atau koalisi partai.
·         Garis tanggung jawab dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas.
·         Adanya pengawasan yang kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi barhati-hati dalam menjalankan pemerintahan.
Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial :
·         Badan eksekutif lebih stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
·         Masa jabatan badan eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Indonesia adalah lima tahun.
·         Penyusun program kerja kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.
·         Legislatif bukan tempat kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar termasuk anggota parlemen sendiri.
E.      Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer :
·         Kedudukan badan eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen.
·         Kelangsungan kedudukan kabinet tidak bisa ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena sewaktu-waktu kabinet dapat bubar.
·         Kabinet dapat mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota kabinet adalah anggota parlemen dan berasal dari partai meyoritas. Karena pengaruh mereka yang besar diparlemen dan partai, anggota kabinet dapat mengusai parlemen.
·         Parlemen menjadi tempat kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota parlemen dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau jabatan eksekutif lainnya.
Kekurangan Sistem Pemerintahan Presidensial :
·         Kekuasaan eksekutif diluar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan mutlak.
·         Sistem pertanggungjawaban kurang jelas.
·         Pembuatan keputusan atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dan legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu yang lama.
F.      Sistem Pemerintahan Indonesia
1)      Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut Konstitusi RIS
Sistem Pemerintahan Indonesia menurut konstitusi RIS adalah sistem Pemerintah Parlementer yang tidak murni. Pasal 118 konstitusi RIS antara lain :
a.       Presiden tidak dapat di ganggu gugat
b.      Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah
Ketentuan pasal tersebut menunjukkan bahwa RIS mempergunakan sistem pertanggung jawaban menteri.
2)      Sistem Pemerintahan Indonesia menurut UUDS 1950
UUDS 1950 masih tetap mempergunakan bentuk sistem pemerintahan seperti yang diatur dalam konstitusi RIS. Di dalam pasal 83 UUDS 1950 dinyatakan :
a.       Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat
b.      Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya sendiri-sendiri.
3)      Sistem Pemerintahan menurut UUD 1945 sebelum diamandemen:
1.      Kekuasaan tertinggi diberikan rakyat kepada MPR.
2.      DPR sebagai pembuat UU.
3.      Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan.
4.      DPA sebagai pemberi saran kepada pemerintahan.
5.      MA sebagai lembaga pengadilan dan penguji aturan.
6.      BPK pengaudit keuangan.
4)      Sistem Pemerintahan setelah amandemen
1.      MPR bukan lembaga tertinggi lagi.
2.      Komposisi MPR terdiri atas seluruh anggota DPR ditambah DPD yang dipilih oleh rakyat.
3.      Presiden dan wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
4.      Presiden tidak dapat membubarkan DPR.
5.      Kekuasaan Legislatif lebih dominan.
Negara indonesia adalah negara yang berbentuk republik. Pemerintahan republik adalah suatu pemerintahan dimana seluruh atau sebagian rakyat memegang kekuasaan yang tertinggi di dalam negara. Oleh karena itu, kadaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar.
G.    Kelebihan Sistem Pemerintahan Indonesia
1.      Presiden dan menteri selama masa jabatannya tidak dapat dijatuhkan DPR.
2.      Pemerintah punya waktu untuk menjalankan programnya dengan tidak dibayangi krisis kabinet.
3.      Presiden tidak dapat memberlakukan dan atau membubarkan DPR.
Kelemahan Sistem Pemerintahan Indonesia
1.      Ada kecenderungan terlalu kuatnya otoritas dan konsentrasi kekuasaan di tangan Presiden.
2.      Sering terjadinya pergantian para pejabat karena adanya hak perogatif presiden.
3.      Pengawasan rakyat terhadap pemerintah kurang berpengaruh.
4.      Pengaruh rakyat terhadap kebijaksanaan politik kurang mendapat perhatian.

H.    PENGERTIAN OTONOMI DAERAH
Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (pasal 1 huruf (h) UU NOMOR 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah). 
Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 1 huruf (i) UU NOMOR 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah). 
Dalam Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi derah adalah hak ,wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan menurut Suparmoko (2002:61) mengartikan otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Otonomi daerah dengan sistem desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah kepada daerah otonom dalam rangka negara kesatuan. Desentralisasi mengandung segi positif dalam penyelenggaraan pemerintahan baik dari sudaut politik, ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan, karena dilihat dari fungsi pemerintahan. Sedangkan otonomi daerah dengan sistem dekonsentrasi adalah peimpahan wewenang dari pemerintahan kepada daerah otonom sebagai wakil pemerintah dan perangkat pusat di daerah dalam kerangka negara kesatuan, dan lembaga yang melimpahkan kewenangan dapat memberikan perintah kepada pejabat yang telah dilimpahi kewenangan itu mengenai pengambilan atau pembuatan keputusan.

I.       DASAR HUKUM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA
Dasar Hukum Otonomi Daerah berpijak pada dasar Perundang-undangan yang kuat, yakni : 
a.        Undang-undang Dasar. Sebagaimana telah disebut di atas Undang-undang Dasar 1945 merupakan landasan yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD menyebutkan adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah. 
b.       Ketetapan MPR-RI Tap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi Daerah : Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang berkeadilan, erta perimbangan kekuangan Pusat dan Daerah dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
c.        Undang-Undang Undang-undang N0.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pada prinsipnya mengatur penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas Desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam UU No.22/1999 adalah mendorong untuk pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD. 
Dari ketiga dasar perundang-undangan tersebut di atas tidak diragukan lagi bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah memiliki dasar hukum yang kuat. Tinggal permasalahannya adalah bagaimana dengan dasar hukum yang kuat tersebut pelaksanaan Otonomi Daerah bisa dijalankan secara optimal. 
Pokok-Pokok Pikiran Otonomi Daerah Isi dan jiwa yang terkandung dalam pasal 18 UUD 1945 beserta penjelasannya menjadi pedoman dalam penyusunan UU No. 22/1999 dengan pokok-pokok pikiran sebagai berikut : 
1.       Sistim ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip-prinsip pembagian kewenangan berdasarkan asas konsentrasi dan desentralisasi dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 
2.       Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi adalah daerah propinsi, sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi adalah daerah Kabupaten dan daerah Kota. Daerah yang dibentuk dengan asas desentralisasi berwenang untuk menentukan dan melaksanakan kebijakan atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. 
3.       Pembagian daerah diluar propinsi dibagi habis ke dalam daerah otonom. Dengan demikian, wilayah administrasi yang berada dalam daerah Kabupaten dan daerah Kota dapat dijadikan Daerah Otonom atau dihapus. 
4.       Kecamatan yang menurut Undang-undang Nomor 5 th 1974 sebagai wilayah administrasi dalam rangka dekonsentrasi, menurut UU No 22/99 kedudukanya diubah menjadi perangkat daerah Kabupaten atau daerah Kota. 



J.       TUJUAN PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH­­
Menurut Mardiasmo (Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah) adalah: Untuk meningkatkan pelayanan publik (public service) dam memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu:
ü  Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
ü  Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah.
ü  Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan.
Selanjutnya tujuan otonomi daerah menurut penjelasan Undang-undang No 32 tahun 2004 pada dasarnya adalah sama yaitu otonomi daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat secara nyata, dinamis, dan bertanggung jawab sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, mengurangi beban pemerintah pusat dan campur tangan di daerah yang akan memberikan peluang untuk koordinasi tingkat lokal.

K.    DAMPAK PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH
Dampak positif dalam bidang politik adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan di pusat. Hal ini menyebabkan pemerintah daerah lebih aktif dalam mengelola daerahnya.
Tetapi, dampak negatif yang terlihat dari sistem ini adalah euforia yang berlebihan di mana wewenang tersebut hanya mementingkat kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat.
Untuk mendukung jalannya pemerintahan di daerah, diperlukan dana yang tidak sedikit. Akan tetapi, tidak semua daerah mampu mendanai sendiri jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu, Pemerintah harus mampu membagi adil dan merata hasil potensi masyarakat. Agar adil dan merata, diperlukan aturan yang baku.
L.     PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA
Otonomi daerah sesungguhnya bukanlah hal yang baru di Indonesia. Hingga saat ini Indonesia sudah beberapa kali merubah peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah yang menandakan bagaimana otonomi daerah di Indonesia berjalan secara dinamis.
Apabila diamati, pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan otonomi daerah seperti kurangnya koordinasi pusat dan daerah serta masalah-masalah lain yang kemudian berdampak terhadap masyarakat itu sendiri. Masalah-masalah tersebut antara lain seperti semakin maraknya penyebaran korupsi diberbagai daerah, money politics, munculnya fenomena pragmatism politik di masyarakat daerah, legitimasi politik dan stabilitas politik belum sepenuhnya tercapai, adanya konflik horizontal dan konflik vertical, dan kesejahteraan masyarakat ditingkat local belum sepenuhnya diwujudkan.
Keinginan untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang baik melalui otonomi daerah memang bukanlah hal yang mudah, masih banyak hal yang perlu diperhatikan untuk dapat menciptakan otonomi daerah yang maksimal demi menciptakan pemerintahan khususnya pemerintahan daerah yang lebih baik. Oleh karena itu diperlukan koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah serta kejujuran dan pertanggung jawaban dari aparat pemerintah semua dalam menjalankan tugasnya.
M.   Bagaimana hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Era Otonomi Daerah serta problematikanya?
Hubungan antara pusat dan daerah merupakan sesuatu yang banyak diperbincangkan, karena masalah tersebut dalam prakteknya sering menimbulkan upaya tarik-menarik kepentingan (spanning of interest) antara kedua satuan pemerintahan . Terlebih dalam negara kesatuan, upaya pemerintah pusat untuk selalu memegang kendali atas berbagai urusan pemerintahan sangat jelas sekali.
a.      Hubungan Kewenangan
Hubungan kewenangan, antara lain bertalian dengan cara pembagian urusan penyelenggaraan pemerintahan atau cara menetukan urusan rumah tangga daerah. Cara penentuan ini akan mencerminkan suatu bentuk otonomi terbatas atau otonomi luas. Dapat digolongkan sebagai otonomi terbatas apabila: Pertama; urusan-urusan rumah tangga daerah ditentukan secara katagoris dan pengembangannya diatur dengan cara-cara tertentu pula. Kedua; apabila sistem supervisi dan pengawasan dilakukan sedemikian rupa , sehingga daerah otonom kehilangan kemandirian untuk menentukan secara bebas cara-cara mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya.Ketiga; sistem hubungan keuangan antara pusat dan daerah yang menimbulkan hal-hal seperti keterbatasan kemampuan keuangan asli daerah yang akan membatasi ruang gerak otonomi daerah.[28]
b.      Hubungan Pengawasan
Macam atau jenis pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sungguh sangat beragam, tergantung sudut pandang mana yang digunakan. Demikian halnya, lembaga atau institusi yang melakukan pengawasan, maka tidak mustahil akan terjadi tumpang tindih atau tidak berkaburan dalam peran dan fungsi pengawasan di lapangan. Berikut ini klasifikasi macam ruang lingkup pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah :
1.      Pengawasan dari segi Institusi (Lembaga)
Ada dua macam pengawasan pada segi ini, yaitu pengawasan internal dan pengawasan eksternal. Pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam organisasi pemerintah itu sendiri. Contoh : Inspektorat Wilayah Propinsi, Inspektorat Wilayah Kabupaten, Inspektorat Wilayah Kota.
2.      Pengawasan dari segi substansi atau objek yang diawasi
            Dari segi substansi maupun objeknya , pengawasan dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan secara pribadi oleh pemimpin atau pengawas dengan mengamati,meneliti,memeriksa,mengecek sendiri secara “on the spot” ditempat pekerjaan terhadap objek yang diawasi. Jenis pengawasan semacam ini sering disebut pula dengan sidak. Sedang pengawasan tidak langsung diadakan dengan mempelajari laporan-laporan yang diterima baik lisan maupun tertulis, mempelajari masukan masyarakat dan sebagainya tanpa terjun langsung di lapang.
3.      Pengawasan dari Segi Waktu
            Pengawasan dari segi waktu dapat dibedakan ke dalam pengawasan preventif (kontrol a-priori) dan pengawasan represif (kontrol a-posteriori). Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum pelaksanaan (masih bersifat rencana) atau sebelum dikeluarkannya kebijakan pemerintah (baik berupa peraturan maupun ketetapan).
            Pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan setelah pekerjaan dilaksanakan atau setelah peraturan atau ketetapan pemerintah dikeluarkan.
4.      Pengawasan Lintas Sektoral
            Pengawasan Lintas sektoral adalah pengawasan yang dilakukan secara bersama-sama oleh dua atau lebih perangkat pengawasan terhadap program-program dan kegiatan pembangunan yang bersifat multi sektoral yang menjadi tanggungjawab semua departemen atau lembaga yang terlibat dalam program atau kegiatan tersebut.
c.       Hubungan Keuangan
            Hubungan keuangan pusat dan daerah dilakukan sejalan dengan prinsip Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah  sebagaimana yang telah digariskan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004.
            Berikut beberapa hal yang diatur dalam Perimbangan keuangan pusat dan daerah :
1.      Pajak Daerah
Adalah, iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
2.      Retribusi Daerah
Adalah, pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disesiakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.
3.      Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Adalah, pajak yang dikenakan atas bumi dan atau bangunan. Pembagian hasilnya dibagi dengan imbalan 10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk daerah. Dibagi dengan rincian sebagai berikut :
1. 16,2% untuk daerah provinsi yang bersangkutan
2. 64,8% untuk kabupaten/kota yang bersangkutan
3. 9% untuk biaya pemungutan
Selanjutnya 10% penerimaan PBB sebagai bagian pemerintah pusat.
            Alokasi untuk kabupaten dan kota sebesar 10% bagian pemerintah pusat di atas dibagi dengan rincian sebagai berikut.
1.        6,5% dibagikan secara merata kepada seluruh kabupaten dan kota. Pembagian ini dimaksudkan dalam rangka pemerataan kemampuan keuangan antar daerah.
2.        3,5% dibagikan secara intensif kepada kabupaten/kota
4.      Dana Alokasi Umum (DAU)
            Adalah,dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU dialokasikan untuk provinsi,kabupaten/kota. Misal: Pendidikan,Kesehatan,Irigasi,Jalan dan prasarana umum,Pertanian,Kelautan dll.
5.      Dana Alokasi Khusus
            Adalah, dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.Misal: Bidang kesehatan,Bidang Pendidikan,Bidang Infrastruktur.
d.      Hubungan Pusat dan Daerah Serta Susunan Organisasi Pemerintahan di Daerah
            Banyaknya kantor-kantor pusat di daerah sangat mempengaruhi kemandirian otonomi. Pembentukan kantor pusat di daerah (Kanwil/Kandep) berkembang pesat selama UU Nomor 5 Tahun 1974 berlaku. Kantor-kantor ini menimbulkan dualism pemerintahan di daerah. Selain itu pemerintahan menjadi tidak efisien karena trelalu banyak koordinasi yang harus dilakukan. Apalagi diadakan pula urusan pusat dalam lingkungan satuan pemerintahan otonomi,seperti direktorat sosial politik di propinsi,kabupaten,dan kota. Kepala daerah merangkap sebagai kepala wilayah. Untuk lebih menjamin kemandirian daerah,kantor-kantor pusat di daerah dapat di serahkan pelaksanaannya kepada satuan pemerintahan otonomi melalui tugas pembantuan.[32]
            Namun pada saat itu dengan lahirnya UU Nomor 22 Tahun 1999 penghapusan Kanwil/Kandep merupakan suatu kemestian,karena semua fungsinya menjadi urusan rumah tangga daerah. Tetapi tidak berarti setiap Kanwil atau Kandep akan menjadi dinas daerah. Pada tingkat propinsi,pada dasarnya Kanwil mesti dibubarkan  mengingat berbagai urusan tersebut menjadi urusan kabupaten atau kota, bukan urusan propinsi. Di tingkat kabupaten atau kota, mungkin dibentuk dinas baru , digabung atau dihapus. Semuanya diukur dari efisiensi dan produktifitas organisasi agar fungsi pelayanan terhadap masyarakat dapat terlaksana dengan baik.
e.       Problematika Hubungan Pusat dan Daerah di Era Otonomi Daerah
            Pelaksanaan otonomi daerah bukannya meningkatkannya kesejahteraan masyarakat dari segi ekonomi (finansal) dan pelayanan publik tapi sebaliknya wabah korupsi yang merajai hampir sebagian besar pemerintah daerah. Korupsi menjadi sisi gelap dari pelaksanaan otonomi daerah selama beberapa tahun perjalanannya . Hebatnya korupsi di daerah dilakukan secara serentak dan bersama-sama yang melibatkan hampir semua elit local dengan menggerogoti APBD,DAU,DAK. Korupsi telah menghancurkan ekspektasi masyarakat yang begitu besar terhadap otonomi daerah yang bisa melahirkan berkah bukan musibah.
            Sepanjang pelaksanaan otonomi daerah sampai penghujung tahun 2010 kasus-kasus korupsi serentak mewarnai perjalanan otonomi daerah . Dalam Tahun 2004-2010 ada sebanyak 147 kepala daerah tersangkut kasus korupsi , 18 gubernur,17 walikota, 84 Bupati,1 Wakil Gubernur , 19 wakil bupati. Dengan estimasi total kerugian negara mencapai Rp.4.814.248.597.729.[33] Hal ini membuktikan lemahnya fungsi pengawasan dan etika dari para elit di daerah.
            Demikian juga dengan daerah pemekaran sebagai buah dari otonomi daerah tidak mampu mensejahterakan masyarakat. Hampir semua daerah pemekaran boleh dikatakan stagnan dalam menjalankan roda pemerintahan. Tidak ada sesuatu yang berubah pasca pemekaran. Bahkan ada daerah pemekaran yang telah berusia lebih lima tahun tidak mampu berdiri sendiri dan masih terus disusui pemerintah pusat lewat APBN.
            Ironinya kondisi pengawasan daerah saat ini masih adanya tumpang-tindih pelaksanaan pengawasan dari unsur internal maupun eksternal. Selain itu akses terhadap pengawasan sosial terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah , belum memiliki prosedur baku, dikaitkan dengan sistem kerahasiaan dokumen negara. Selain itu, tindak lanjut pengawasan oleh pemerintah daerah yang belum transparan, termasuk belum terdapatnya , pengaturan terhadap pemberian sanksi kepada pemerintahan daerah melakukan kesalahan terhadap masyarakat dalam melakukan pelayanan publik.
            Apalagi sistem koordinasi pengawasan antara aparatur , pengawasan,belum sepenuhnya sejalan dengan kebutuhan pengawasan yang dikehendaki masyarakat. Dengan melihat permasalahan dan sasaran pengawasan yang ingin dibangun maka diperlukan strategi penyusunan sistem perencanaan pengawasan yang terintegrasikan antara pengawasan eksternal dan internal , penegakan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran penyelenggaraan pemerintahan, penyusunan regulasi pengawasan instansi pemerintahan daerah ,penyusunan regulasi tentang memperoleh informasi pemerintahan oleh publik.




















     BAB III
  PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dapat kita lihat dalam 3 proses menurut bagir manan disebut dengan proses bukan sebagai asas diantaranya sentralisasi,desentralisasi,tugas pembantuan, kaitannya dengan otonomi dalam  kepustakaan dibagi menjadi 3 yaitu otonomi formil, otonomi materiil dan otonomi riil.
2.      Dari bentuk-bentuk utama pemencaran penyelenggaraan negara dan pemerintahan, akan dijumpai paling kurang tiga bentuk hubungan antara pusat dan daerah. Pertama , hubungan pusat dan daerah menurut dasar dekonsentrasi teritorial. Kedua, hubungan pusat dan daerah menurut dasar otonomi teritorial. Ketiga, hubungan pusat dan daerah menurut dasar federal.
3.      Di dalam hubungan antara pusat dan daerah paling tidak ada empat faktor yang menentukan hubungan pusat dan daerah dalam otonomi yaitu hubungan kewenangan, hubungan keuangan,hubungan pengawasan,dan hubungan yang timbul dari susunan organisasi pemerintahan di daerah.
4.      Pelaksanaan otonomi daerah bukannya meningkatkannya kesejahteraan masyarakat dari segi ekonomi (finansal) dan pelayanan publik tapi sebaliknya wabah korupsi yang merajai hampir sebagian besar pemerintah daerah. Korupsi menjadi sisi gelap dari pelaksanaan otonomi daerah selama beberapa tahun perjalanannya .
B.      Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, makalah ini mempunyai banyak kekurangan dan jauhnya dari kesempurnaan, oleh karena itu segala kritik dan saran  yang bersifat membangun sangat lah penulis harapkan terutama dari bapak dosen pembimbing dan rekan pembaca sekalian demi kesempurnaan makalah ini dimasa mendatang, semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua dan menambah wawasan kita.
                                                                                           
DAFTAR PUSTAKA

Muthali’in, Achmad 2012 Bahan Ajar PLPG Pendalaman Materi Bidang Studi PKN SD Surakarta
http://www.kompasiana.com/ekanovias/permasalahan-dalam-otonomi-daerah-di-indonesia_5529a5406ea834202b552d8a
Otonomi Daerah: Landasan Hukum, Asas, dan Pemda