MAKALAH
SISTEM PEMERINTAHAN DAN OTONOMI DAERAH
Dosen
Pengampu : Teguh Setiadi, S.Kom, M.Kom
Disusun
oleh :
Nama : Afni
Mardhiyah
Kelas : SKA.14.1
NPM : 1104514100002
SEKOLAH
TINGGI ELEKTRONIKA DAN KOMPUTER
STEKOM
WELERI
2016
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah ini yang
alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul “SISTEM
PEMERINTAHAN INDONESIA”
Makalah ini
berisikan tentang informasi Pengertian SISTEM
PEMERINTAHAN diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi
kepada kita semua tentang bentuk pemerintahan nkri.
Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata,
kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam
penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa
meridhai segala usaha kita. Amin.
Weleri, Mei
2016
Penyusun
Afni Mardhiyah
DAFTAR ISI
Halaman
judul.................................................................................... i
Kata
pengantar....................................................................................ii
Daftar
isi.............................................................................................iii
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................1
A. Latar
Belakang....................................................................................1
B. Perumusan
Masalah............................................................................1
C. Tujuan
Penulisan.................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN...................................................................3
a. Pengertian
Pemerintahan.........................................................3
b. Macam-macam
Sistem Pemerintahan Negara.........................4
c. Ciri-ciri
sistem pemerintahan parlementer:.............................5
d. Kelebihan
Sistem Pemerintahan Parlementer..........................6
e. Kekurangan
Sistem Pemerintahan Parlementer :....................7
f. Sistem
Pemerintahan Indonesia...............................................7
g. Kelebihan
Sistem Pemerintahan Indonesia.............................9
h. Pengertian Otonomi Daerah....................................................9
i.
Dasar Hukum Pelaksanaan
Otonomi Daerah Di Indonesia....10
j.
Tujuan Pelaksanaan
Otonomi Daerah.....................................12
k. Dampak Pelaksanaan Otonomi Daerah...................................12
l.
Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Indonesia............................13
m. Bagaimana hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Era Otonomi Daerah
serta problematikanya?.............................................................13
BAB III
PENUTUP.............................................................................21
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem pemerintahan mempunyai sistem dan tujuan untuk menjaga suatu kestabilan
negara itu. Namun di beberapa negara sering terjadi tindakan separatisme karena
sistem pemerintahan yang dianggap memberatkan rakyat ataupun merugikan rakyat.
Sistem pemerintahan mempunyai fondasi yang kuat dimana tidak bisa diubah dan
menjadi statis. Jika suatu pemerintahan mempunya sistem pemerintahan yang
statis, absolut maka hal itu akan berlangsung selama-lamanya hingga adanya
desakan kaum minoritas untuk memprotes hal tersebut.
Secara luas berarti sistem pemerintahan itu menjaga kestabilan masyarakat,
menjaga tingkah laku kaum mayoritas maupun minoritas, menjaga fondasi
pemerintahan, menjaga kekuatan politik, pertahanan, ekonomi, keamanan sehingga
menjadi sistem pemerintahan yang kontiniu dan demokrasi dimana seharusnya
masyarakat bisa ikut turut andil dalam pembangunan sistem pemerintahan
tersebut. Hingga saat ini hanya sedikit negara yang bisa mempraktikkan sistem
pemerintahan itu secara menyeluruh.
Secara sempit,Sistem pemerintahan hanya sebagai sarana kelompok untuk
menjalankan roda pemerintahan guna menjaga kestabilan negara dalam waktu
relatif lama dan mencegah adanya perilaku reaksioner maupun radikal dari
rakyatnya itu sendiri. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka
penulis memberi judul “SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA‘’.
B. Perumusan Masalah
Agar perumusan masalah
ini tidak meluas maka penulis perlu membatasi ruang lingkup masalah Sistem
Pemerintahan ini adalah sebagai berikut :
1. Apa
Definisi Sistem Pemerintahan?
2. Apa
saja macam-macam Sistem Pemerintahan Negara?
3. Bagaimana
ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer?
4. Apa kelebihan
Sistem Pemerintahan Parlementer?
5. Apa kekurangan
Sistem Pemerintahan Parlementer ?
6. Bagaimana
Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Indonesia?
7. Apa kelebihan
Sistem Pemerintahan Indonesia?
8. Apa Pengertian Otonomi Daerah?
9. Bagaimana Dasar Hukum Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Indonesia?
10. Apa saja tujuan Pelaksanaan Otonomi Daerah?
11. Apa dampak Pelaksanaan Otonomi Daerah?
12.
Bagaimana Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Indonesia?
13. Bagaimana hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Era Otonomi Daerah
serta problematikanya?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui Pengertian Pemerintahan
2. Mengetahui
Macam-macam Sistem Pemerintahan Negara.
3. Mengetahui
dan memahami Ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer
4. Mampu
menyebutkan Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer
5. Mampu
menyebutkan Kekurangan Sistem Pemerintahan Parlementer
6. Untuk
mengetahui Sistem Pemerintahan Indonesia
7. Mampu
menyebutkan Kelebihan Sistem Pemerintahan Indonesia
8. Untuk
mengetahui Pengertian Otonomi Daerah
9. Mampu
menyebutkan Dasar Hukum Pelaksanaan Otonomi Daerah Di Indonesia
10. Mampu
menyebutkan Tujuan Pelaksanaan Otonomi Daerah
11. Mampu
menyebutkan Dampak Pelaksanaan Otonomi Daerah
12.
Untuk mengetahui Pelaksanaan
Otonomi Daerah Di Indonesia
13. Untuk
mengetahui hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah di Era Otonomi Daerah
serta problematikanya?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pemerintahan
Sistem adalah suatu keseluruhan, terdiri dari beberapa bagian yang
mempunyai hubungan fungsional terhadap keseluruhan. Dengan demikian dalam usaha
ilmiah sistem adalah suatu tatanan atau susunan yang berupa suatu struktur yang
terdiri dari bagian-bagian atau komponenyang berkaitan antara satu dengan lainnya
secara teratur dan terencana untuk mencapai suatu tujun. Maka dalam arti yang
luas, pemerintahan adalah segala bentuk kegiatan atau aktifitas penyelenggaraan
negara yang dilakukan oleh organ-organ negara yang mempunyai otoritas atau
kewenangan untuk menjalankan kekuasaan. Pengertian pemerintahan seperti ini
mencakup kegiatan atau aktifitas penyelenggaraan negara yang dilakukan oleh
eksekutif, legislatif maupun yudikatif. Dalam arti yang sempit, pemerintahan
adalah aktivitas atau kegiatan yang diselenggarakan oleh fungsi eksekutif,
presiden ataupun perdana menteri, sampai dengan level birokrasi yang paling
rendah tingkatannya. Dari dua pengertian tersebut, maka dalam melakukan
pembahasan mengenai pemerintahan negara titik tolak yang dipergunakan adalah
dalam konteks pemerintahan dalam arti luas. Yaitu meliputi pembagian kekuasaan
dalam negara, hubungan antar alat-alat perlengkapan negara yang menjalankan
kekuasaan tersebut.
Dengan demikian, jika pengertian pemerintahan tersebut dikaitkan dengan
pengertian sistem, maka yang dimaksud dengan sistem pemerintahan adalah suatu
tatanan atau susunan pemerintahan yang berupa suatu struktur yang terdiri dari
organ-organ pemegang kekuasaan di dalam negara dan saling melakukan hubungan
fungsional di antara organ-organ tersebut baik secara vertikal maupun
horisontal untuk mencapai suatu tujuan yang dikehendaki. Jadi, sistem
pemerintahan negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antar
lembaga negara, dan bekerjanya lembaga negaradalam mencapai tujuan pemerintahan
negara yang bersangkutan. Tujuan pemerintahan negara pada umumnya
didasarkan pada cita-cita atau tujuan negara. Misalnya, tujuan pemerintahan
negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.
B. Macam-macam Sistem Pemerintahan Negara.
1. Sistem Pemerintahan Presidensial
Sistem presidensial merupakan sistem pemerintahan
negara republik yang mana kekuasaan eksekutif dipilih melalui pemilihan umum
dan dibedakan dengan kekuasaan legislatif. Sistem presidensial juga disebut
dengan sistem kongresional. Negara yang menganut sistem presidensial : Indonesia,
Amerika Serikat, Filipina
2. Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem parlementer adalah sistem pemerintahan di mana
pihak parlemen berperan aktif dalam pemerintahan, yang nyata dibuktikan dengan
wewenang parlemen untuk mengangkat dan memberhentikan perdana menteri. Negara
yang menganut sistem parlementer : Inggris, Jepang, Malaysia, Belanda
3. Sistem Pemerintahan Semi-Presidensial
Sistem semi-presidensial adalah sistem pemerintahan
yang menggabungkan dua sistem pemerintahan, yaitu presidensial dan parlementer.
Negara yang menganut sistem semi-presidensial : Prancis
4. Sistem Pemerintahan Komunis
Komunisme sebenarnya merupakan suatu ideologi. Namun
pada perkembangannya, ada beberapa negara yang menggunakan komunis sebagai
suatu sistem pemerintahan dalam negara tersebut.
C. Ciri-ciri sistem pemerintahan parlementer adalah
sebagai berikut :
1. Badan legislatif atau parlemen adalah satu-satunya badan yang anggotanya
dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Parlemen memiliki
kekuasaan besar sebagai badan perwakilan dan lembaga legislatif.
2. Anggota parlemen terdiri atas orang-orang dari partai politik yang
memenangkan pemiihan umum. Partai politik yang menang dalam pemilihan umum
memiliki peluang besar menjadi mayoritas dan memiliki kekuasaan besar di
parlemen.
3. Pemerintah atau kabinet terdiri dari atas para menteri dan perdana menteri
sebagai pemimpin kabinet. Perdana menteri dipilih oleh parlemen untuk
melaksakan kekuasaan eksekutif. Dalam sistem ini, kekuasaan eksekutif berada
pada perdana menteri sebagai kepala pemerintahan. Anggota kabinet umumnya
berasal dari parlemen.
4. Kabinet bertanggung jawab kepada parlemen dan dapat bertahan sepanjang
mendapat dukungan mayoritas anggota parlemen. Hal ini berarti bahwa
sewaktu-waktu parlemen dapat menjatuhkan kabinet jika mayoritas anggota
parlemen menyampaikan mosi tidak percaya kepada kabinet.
5. Kepala negara tidak sekaligus sebagai kepala pemerintahan. Kepala
pemerintahan adalah perdana menteri, sedangkan kepala negara adalah presiden
dalam negara republik atau raja/sultan dalam negara monarki. Kepala negara
tidak memiliki kekuasaan pemerintahan.
6. Sebagai imbangan parlemen dapat menjatuhkan kabinet maka presiden atau raja
atas saran dari perdana menteri dapat membubarkan parlemen. Selanjutnya,
diadakan pemilihan umum lagi untuk membentukan parlemen baru.
Ciri-ciri dari sistem
pemerintahan presidensial adalah sebagai berikut.
1. Penyelenggara negara berada ditangan presiden. Presiden adalah kepala
negara sekaligus kepala pemerintahan. Presiden tidak dipilih oleh parlemen,
tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau suatu dewan majelis.
2. Kabinet (dewan menteri) dibentuk oleh presiden. Kabinet bertangungjawab
kepada presiden dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen atau legislatif.
3. Presiden tidak bertanggungjawab kepada parlemen. Hal itu dikarenakan
presiden tidak dipilih oleh parlemen.
4. Presiden tidak dapat membubarkan parlemen seperti dalam sistem parlementer.
5. Parlemen memiliki kekuasaan legislatif dan sebagai lembaga perwakilan.
Anggota parlemen dipilih oleh rakyat.
6. Presiden tidak berada dibawah pengawasan langsung parlemen.
Sistem pemerintahan
Presidensial merupakan system pemerintahan di mana kepala pemerintahan dipegang
oleh presiden dan pemerintah tidak bertanggung jawab kepada parlemen
(legislatif). Menteri bertanggung jawab kepada presiden karena presiden
berkedudukan sebagai kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan. Contoh
Negara: AS, Pakistan, Argentina, Filiphina, Indonesia.
D.
Kelebihan Sistem
Pemerintahan Parlementer
·
Pembuat kebijakan dapat
ditangani secara cepat karena mudah terjadi penyesuaian pendapat antara
eksekutif dan legislatif. Hal ini karena kekuasaan eksekutif dan legislatif
berada pada satu partai atau koalisi partai.
·
Garis tanggung jawab
dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan publik jelas.
·
Adanya pengawasan yang
kuat dari parlemen terhadap kabinet sehingga kabinet menjadi barhati-hati dalam
menjalankan pemerintahan.
Kelebihan Sistem
Pemerintahan Presidensial :
·
Badan eksekutif lebih
stabil kedudukannya karena tidak tergantung pada parlemen.
·
Masa jabatan badan
eksekutif lebih jelas dengan jangka waktu tertentu. Misalnya, masa jabatan
Presiden Amerika Serikat adalah empat tahun, Presiden Indonesia adalah lima
tahun.
·
Penyusun program kerja
kabinet mudah disesuaikan dengan jangka waktu masa jabatannya.
·
Legislatif bukan tempat
kaderisasi untuk jabatan-jabatan eksekutif karena dapat diisi oleh orang luar
termasuk anggota parlemen sendiri.
E.
Kekurangan
Sistem Pemerintahan Parlementer :
·
Kedudukan badan
eksekutif/kabinet sangat tergantung pada mayoritas dukungan parlemen sehingga
sewaktu-waktu kabinet dapat dijatuhkan oleh parlemen.
·
Kelangsungan kedudukan
kabinet tidak bisa ditentukan berakhir sesuai dengan masa jabatannya karena
sewaktu-waktu kabinet dapat bubar.
·
Kabinet dapat
mengendalikan parlemen. Hal itu terjadi apabila para anggota kabinet adalah
anggota parlemen dan berasal dari partai meyoritas. Karena pengaruh mereka yang
besar diparlemen dan partai, anggota kabinet dapat mengusai parlemen.
·
Parlemen menjadi tempat
kaderisasi bagi jabatan-jabatan eksekutif. Pengalaman mereka menjadi anggota
parlemen dimanfaatkan dan manjadi bekal penting untuk menjadi menteri atau
jabatan eksekutif lainnya.
Kekurangan Sistem
Pemerintahan Presidensial :
·
Kekuasaan eksekutif
diluar pengawasan langsung legislatif sehingga dapat menciptakan kekuasaan
mutlak.
·
Sistem
pertanggungjawaban kurang jelas.
·
Pembuatan keputusan
atau kebijakan publik umumnya hasil tawar-menawar antara eksekutif dan
legislatif sehingga dapat terjadi keputusan tidak tegas dan memakan waktu yang
lama.
F. Sistem Pemerintahan Indonesia
1) Sistem Pemerintahan Indonesia Menurut Konstitusi RIS
Sistem Pemerintahan
Indonesia menurut konstitusi RIS adalah sistem Pemerintah Parlementer yang
tidak murni. Pasal 118 konstitusi RIS antara lain :
a. Presiden tidak dapat di ganggu gugat
b. Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah
Ketentuan pasal
tersebut menunjukkan bahwa RIS mempergunakan sistem pertanggung jawaban
menteri.
2) Sistem Pemerintahan Indonesia menurut UUDS 1950
UUDS 1950 masih tetap
mempergunakan bentuk sistem pemerintahan seperti yang diatur dalam konstitusi
RIS. Di dalam pasal 83 UUDS 1950 dinyatakan :
a. Presiden dan wakil presiden tidak dapat diganggu gugat
b. Menteri-menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah,
baik bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk bagiannya
sendiri-sendiri.
3) Sistem Pemerintahan menurut UUD 1945 sebelum
diamandemen:
1. Kekuasaan tertinggi diberikan rakyat kepada MPR.
2. DPR sebagai pembuat UU.
3. Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan.
4. DPA sebagai pemberi saran kepada pemerintahan.
5. MA sebagai lembaga pengadilan dan penguji aturan.
6. BPK pengaudit keuangan.
4) Sistem Pemerintahan setelah amandemen
1. MPR bukan lembaga tertinggi lagi.
2. Komposisi MPR terdiri atas seluruh anggota DPR ditambah DPD yang dipilih
oleh rakyat.
3. Presiden dan wakil Presiden dipilih langsung oleh rakyat.
4. Presiden tidak dapat membubarkan DPR.
5. Kekuasaan Legislatif lebih dominan.
Negara indonesia adalah
negara yang berbentuk republik. Pemerintahan republik adalah suatu pemerintahan
dimana seluruh atau sebagian rakyat memegang kekuasaan yang tertinggi di dalam
negara. Oleh karena itu, kadaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut undang-undang dasar.
G. Kelebihan Sistem Pemerintahan Indonesia
1. Presiden dan menteri selama masa jabatannya tidak dapat dijatuhkan DPR.
2. Pemerintah punya waktu untuk menjalankan programnya dengan tidak dibayangi
krisis kabinet.
3. Presiden tidak dapat memberlakukan dan atau membubarkan DPR.
Kelemahan Sistem
Pemerintahan Indonesia
1. Ada kecenderungan terlalu kuatnya otoritas dan konsentrasi kekuasaan di
tangan Presiden.
2. Sering terjadinya pergantian para pejabat karena adanya hak perogatif
presiden.
3. Pengawasan rakyat terhadap pemerintah kurang berpengaruh.
4. Pengaruh rakyat terhadap kebijaksanaan politik kurang mendapat perhatian.
H.
PENGERTIAN OTONOMI DAERAH
Otonomi Daerah adalah
kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan (pasal 1 huruf (h) UU NOMOR 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah).
Daerah Otonom,
selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai
batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (pasal 1 huruf (i) UU NOMOR 22 tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah).
Dalam Undang-Undang No.
32 tahun 2004 pasal 1 ayat 5, pengertian otonomi derah adalah hak ,wewenang,
dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Sedangkan menurut Suparmoko (2002:61) mengartikan otonomi
daerah adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Otonomi daerah dengan
sistem desentralisasi yaitu penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah
kepada daerah otonom dalam rangka negara kesatuan. Desentralisasi mengandung
segi positif dalam penyelenggaraan pemerintahan baik dari sudaut politik,
ekonomi, sosial, budaya dan pertahanan keamanan, karena dilihat dari fungsi
pemerintahan. Sedangkan otonomi daerah dengan sistem dekonsentrasi adalah
peimpahan wewenang dari pemerintahan kepada daerah otonom sebagai wakil
pemerintah dan perangkat pusat di daerah dalam kerangka negara kesatuan, dan
lembaga yang melimpahkan kewenangan dapat memberikan perintah kepada pejabat
yang telah dilimpahi kewenangan itu mengenai pengambilan atau pembuatan keputusan.
I.
DASAR HUKUM PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA
Dasar
Hukum Otonomi Daerah berpijak pada dasar Perundang-undangan yang kuat,
yakni :
a.
Undang-undang Dasar.
Sebagaimana telah disebut di atas Undang-undang Dasar 1945 merupakan landasan
yang kuat untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah. Pasal 18 UUD menyebutkan
adanya pembagian pengelolaan pemerintahan pusat dan daerah.
b. Ketetapan MPR-RI Tap MPR-RI No. XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Otonomi
Daerah : Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang
berkeadilan, erta perimbangan kekuangan Pusat dan Daerah dalam rangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
c.
Undang-Undang
Undang-undang N0.22/1999 tentang Pemerintahan Daerah pada prinsipnya mengatur
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih mengutamakan pelaksanaan asas
Desentralisasi. Hal-hal yang mendasar dalam UU No.22/1999 adalah mendorong
untuk pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan kreativitas,
meningkatkan peran masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi DPRD.
Dari ketiga dasar
perundang-undangan tersebut di atas tidak diragukan lagi bahwa pelaksanaan
Otonomi Daerah memiliki dasar hukum yang kuat. Tinggal permasalahannya adalah
bagaimana dengan dasar hukum yang kuat tersebut pelaksanaan Otonomi Daerah bisa
dijalankan secara optimal.
Pokok-Pokok Pikiran
Otonomi Daerah Isi dan jiwa yang terkandung dalam pasal 18 UUD 1945
beserta penjelasannya menjadi pedoman dalam penyusunan UU No. 22/1999 dengan
pokok-pokok pikiran sebagai berikut :
1. Sistim ketatanegaraan Indonesia wajib menjalankan prinsip-prinsip pembagian
kewenangan berdasarkan asas konsentrasi dan desentralisasi dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Daerah yang dibentuk berdasarkan asas desentralisasi dan dekonsentrasi
adalah daerah propinsi, sedangkan daerah yang dibentuk berdasarkan asas
desentralisasi adalah daerah Kabupaten dan daerah Kota. Daerah yang dibentuk
dengan asas desentralisasi berwenang untuk menentukan dan melaksanakan
kebijakan atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
3. Pembagian daerah diluar propinsi dibagi habis ke dalam daerah otonom.
Dengan demikian, wilayah administrasi yang berada dalam daerah Kabupaten dan
daerah Kota dapat dijadikan Daerah Otonom atau dihapus.
4. Kecamatan yang menurut Undang-undang Nomor 5 th 1974 sebagai wilayah
administrasi dalam rangka dekonsentrasi, menurut UU No 22/99 kedudukanya diubah
menjadi perangkat daerah Kabupaten atau daerah Kota.
J.
TUJUAN PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH
Menurut Mardiasmo
(Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah) adalah: Untuk meningkatkan pelayanan
publik (public service) dam memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya
terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi
fiskal, yaitu:
ü Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan
masyarakat.
ü Menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah.
ü Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk
berpartisipasi dalam proses pembangunan.
Selanjutnya tujuan
otonomi daerah menurut penjelasan Undang-undang No 32 tahun 2004 pada dasarnya
adalah sama yaitu otonomi daerah diarahkan untuk memacu pemerataan pembangunan
dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa
dan peran serta aktif masyarakat secara nyata, dinamis, dan bertanggung jawab
sehingga memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, mengurangi beban pemerintah
pusat dan campur tangan di daerah yang akan memberikan peluang untuk koordinasi
tingkat lokal.
K.
DAMPAK PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH
Dampak positif dalam
bidang politik adalah sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di
daerah dapat diputuskan di daerah tanpa adanya campur tangan dari pemerintahan
di pusat. Hal ini menyebabkan pemerintah daerah lebih aktif dalam mengelola
daerahnya.
Tetapi, dampak negatif
yang terlihat dari sistem ini adalah euforia yang berlebihan di mana wewenang
tersebut hanya mementingkat kepentingan golongan dan kelompok serta digunakan
untuk mengeruk keuntungan pribadi atau oknum. Hal tersebut terjadi karena sulit
untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat.
Untuk mendukung
jalannya pemerintahan di daerah, diperlukan dana yang tidak sedikit. Akan
tetapi, tidak semua daerah mampu mendanai sendiri jalannya roda pemerintahan.
Oleh karena itu, Pemerintah harus mampu membagi adil dan merata hasil potensi
masyarakat. Agar adil dan merata, diperlukan aturan yang baku.
L.
PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH DI INDONESIA
Otonomi
daerah sesungguhnya bukanlah hal yang baru di Indonesia. Hingga saat ini
Indonesia sudah beberapa kali merubah peraturan perundang-undangan tentang
pemerintahan daerah yang menandakan bagaimana otonomi daerah di Indonesia
berjalan secara dinamis.
Apabila
diamati, pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia masih banyak kekurangan dalam
pelaksanaan otonomi daerah seperti kurangnya koordinasi pusat dan daerah serta
masalah-masalah lain yang kemudian berdampak terhadap masyarakat itu sendiri.
Masalah-masalah tersebut antara lain seperti semakin maraknya penyebaran
korupsi diberbagai daerah, money politics, munculnya fenomena pragmatism
politik di masyarakat daerah, legitimasi politik dan stabilitas politik belum
sepenuhnya tercapai, adanya konflik horizontal dan konflik vertical, dan
kesejahteraan masyarakat ditingkat local belum sepenuhnya diwujudkan.
Keinginan
untuk mewujudkan suatu pemerintahan yang baik melalui otonomi daerah memang
bukanlah hal yang mudah, masih banyak hal yang perlu diperhatikan untuk dapat
menciptakan otonomi daerah yang maksimal demi menciptakan pemerintahan
khususnya pemerintahan daerah yang lebih baik. Oleh karena itu diperlukan
koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah serta
kejujuran dan pertanggung jawaban dari aparat pemerintah semua dalam
menjalankan tugasnya.
M. Bagaimana hubungan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah di Era Otonomi Daerah serta problematikanya?
Hubungan
antara pusat dan daerah merupakan sesuatu yang banyak diperbincangkan, karena
masalah tersebut dalam prakteknya sering menimbulkan upaya tarik-menarik
kepentingan (spanning of interest) antara kedua satuan pemerintahan .
Terlebih dalam negara kesatuan, upaya pemerintah pusat untuk selalu memegang
kendali atas berbagai urusan pemerintahan sangat jelas sekali.
a. Hubungan Kewenangan
Hubungan
kewenangan, antara lain bertalian dengan cara pembagian urusan penyelenggaraan
pemerintahan atau cara menetukan urusan rumah tangga daerah. Cara penentuan ini
akan mencerminkan suatu bentuk otonomi terbatas atau otonomi luas. Dapat
digolongkan sebagai otonomi terbatas apabila: Pertama;
urusan-urusan rumah tangga daerah ditentukan secara katagoris dan
pengembangannya diatur dengan cara-cara tertentu pula. Kedua;
apabila sistem supervisi dan pengawasan dilakukan sedemikian rupa , sehingga
daerah otonom kehilangan kemandirian untuk menentukan secara bebas cara-cara
mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya.Ketiga; sistem hubungan keuangan
antara pusat dan daerah yang menimbulkan hal-hal seperti keterbatasan kemampuan
keuangan asli daerah yang akan membatasi ruang gerak otonomi daerah.[28]
b. Hubungan
Pengawasan
Macam atau jenis
pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sungguh sangat beragam,
tergantung sudut pandang mana yang digunakan. Demikian halnya, lembaga atau
institusi yang melakukan pengawasan, maka tidak mustahil akan terjadi tumpang
tindih atau tidak berkaburan dalam peran dan fungsi pengawasan di lapangan.
Berikut ini klasifikasi macam ruang lingkup pengawasan dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah :
1. Pengawasan
dari segi Institusi (Lembaga)
Ada dua macam
pengawasan pada segi ini, yaitu pengawasan internal dan pengawasan eksternal.
Pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat dalam
organisasi pemerintah itu sendiri. Contoh : Inspektorat Wilayah Propinsi,
Inspektorat Wilayah Kabupaten, Inspektorat Wilayah Kota.
2. Pengawasan
dari segi substansi atau objek yang diawasi
Dari segi substansi maupun objeknya , pengawasan dapat dilakukan baik secara
langsung maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan secara pribadi
oleh pemimpin atau pengawas dengan mengamati,meneliti,memeriksa,mengecek
sendiri secara “on the spot” ditempat pekerjaan terhadap objek yang
diawasi. Jenis pengawasan semacam ini sering disebut pula dengan sidak. Sedang
pengawasan tidak langsung diadakan dengan mempelajari laporan-laporan yang
diterima baik lisan maupun tertulis, mempelajari masukan masyarakat dan
sebagainya tanpa terjun langsung di lapang.
3. Pengawasan
dari Segi Waktu
Pengawasan dari segi waktu dapat dibedakan ke dalam pengawasan preventif
(kontrol a-priori) dan pengawasan represif (kontrol a-posteriori). Pengawasan
preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum pelaksanaan (masih bersifat
rencana) atau sebelum dikeluarkannya kebijakan pemerintah (baik berupa
peraturan maupun ketetapan).
Pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan setelah pekerjaan
dilaksanakan atau setelah peraturan atau ketetapan pemerintah dikeluarkan.
4. Pengawasan
Lintas Sektoral
Pengawasan Lintas sektoral adalah pengawasan yang dilakukan secara bersama-sama
oleh dua atau lebih perangkat pengawasan terhadap program-program dan kegiatan
pembangunan yang bersifat multi sektoral yang menjadi tanggungjawab semua
departemen atau lembaga yang terlibat dalam program atau kegiatan tersebut.
c. Hubungan Keuangan
Hubungan keuangan pusat dan daerah dilakukan sejalan dengan prinsip Perimbangan
keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagaimana yang
telah digariskan dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004.
Berikut beberapa hal yang diatur dalam Perimbangan keuangan pusat dan daerah :
1. Pajak
Daerah
Adalah, iuran wajib
yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan
langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku,yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan
pemerintahan daerah dan pembangunan daerah.
2. Retribusi
Daerah
Adalah, pungutan
daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus
disesiakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang
pribadi atau badan.
3. Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB)
Adalah, pajak yang
dikenakan atas bumi dan atau bangunan. Pembagian hasilnya dibagi dengan imbalan
10% untuk pemerintah pusat dan 90% untuk daerah. Dibagi dengan rincian sebagai
berikut :
1. 16,2% untuk daerah
provinsi yang bersangkutan
2. 64,8% untuk
kabupaten/kota yang bersangkutan
3. 9% untuk biaya
pemungutan
Selanjutnya 10%
penerimaan PBB sebagai bagian pemerintah pusat.
Alokasi untuk kabupaten dan kota sebesar 10% bagian pemerintah pusat di atas
dibagi dengan rincian sebagai berikut.
1.
6,5% dibagikan secara
merata kepada seluruh kabupaten dan kota. Pembagian ini dimaksudkan dalam
rangka pemerataan kemampuan keuangan antar daerah.
2.
3,5% dibagikan secara
intensif kepada kabupaten/kota
4. Dana
Alokasi Umum (DAU)
Adalah,dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam
rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU dialokasikan untuk
provinsi,kabupaten/kota. Misal: Pendidikan,Kesehatan,Irigasi,Jalan dan
prasarana umum,Pertanian,Kelautan dll.
5. Dana
Alokasi Khusus
Adalah, dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada
daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.Misal: Bidang
kesehatan,Bidang Pendidikan,Bidang Infrastruktur.
d. Hubungan Pusat dan Daerah
Serta Susunan Organisasi Pemerintahan di Daerah
Banyaknya kantor-kantor pusat di daerah sangat mempengaruhi kemandirian
otonomi. Pembentukan kantor pusat di daerah (Kanwil/Kandep) berkembang pesat
selama UU Nomor 5 Tahun 1974 berlaku. Kantor-kantor ini menimbulkan dualism
pemerintahan di daerah. Selain itu pemerintahan menjadi tidak efisien karena
trelalu banyak koordinasi yang harus dilakukan. Apalagi diadakan pula urusan
pusat dalam lingkungan satuan pemerintahan otonomi,seperti direktorat sosial
politik di propinsi,kabupaten,dan kota. Kepala daerah merangkap sebagai kepala
wilayah. Untuk lebih menjamin kemandirian daerah,kantor-kantor pusat di daerah
dapat di serahkan pelaksanaannya kepada satuan pemerintahan otonomi melalui
tugas pembantuan.[32]
Namun pada saat itu dengan lahirnya UU Nomor 22 Tahun 1999 penghapusan
Kanwil/Kandep merupakan suatu kemestian,karena semua fungsinya menjadi urusan
rumah tangga daerah. Tetapi tidak berarti setiap Kanwil atau Kandep akan
menjadi dinas daerah. Pada tingkat propinsi,pada dasarnya Kanwil mesti
dibubarkan mengingat berbagai urusan tersebut menjadi urusan kabupaten
atau kota, bukan urusan propinsi. Di tingkat kabupaten atau kota, mungkin
dibentuk dinas baru , digabung atau dihapus. Semuanya diukur dari efisiensi dan
produktifitas organisasi agar fungsi pelayanan terhadap masyarakat dapat
terlaksana dengan baik.
e. Problematika Hubungan Pusat dan
Daerah di Era Otonomi Daerah
Pelaksanaan otonomi daerah bukannya meningkatkannya kesejahteraan masyarakat
dari segi ekonomi (finansal) dan pelayanan publik tapi sebaliknya wabah korupsi
yang merajai hampir sebagian besar pemerintah daerah. Korupsi menjadi sisi
gelap dari pelaksanaan otonomi daerah selama beberapa tahun perjalanannya .
Hebatnya korupsi di daerah dilakukan secara serentak dan bersama-sama yang
melibatkan hampir semua elit local dengan menggerogoti APBD,DAU,DAK. Korupsi
telah menghancurkan ekspektasi masyarakat yang begitu besar terhadap otonomi
daerah yang bisa melahirkan berkah bukan musibah.
Sepanjang pelaksanaan otonomi daerah sampai penghujung tahun 2010 kasus-kasus
korupsi serentak mewarnai perjalanan otonomi daerah . Dalam Tahun 2004-2010 ada
sebanyak 147 kepala daerah tersangkut kasus korupsi , 18 gubernur,17 walikota,
84 Bupati,1 Wakil Gubernur , 19 wakil bupati. Dengan estimasi total kerugian
negara mencapai Rp.4.814.248.597.729.[33] Hal ini
membuktikan lemahnya fungsi pengawasan dan etika dari para elit di daerah.
Demikian juga dengan daerah pemekaran sebagai buah dari otonomi daerah tidak
mampu mensejahterakan masyarakat. Hampir semua daerah pemekaran boleh dikatakan
stagnan dalam menjalankan roda pemerintahan. Tidak ada sesuatu yang berubah
pasca pemekaran. Bahkan ada daerah pemekaran yang telah berusia lebih lima
tahun tidak mampu berdiri sendiri dan masih terus disusui pemerintah pusat
lewat APBN.
Ironinya kondisi pengawasan daerah saat ini masih adanya tumpang-tindih
pelaksanaan pengawasan dari unsur internal maupun eksternal. Selain itu akses terhadap
pengawasan sosial terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah , belum memiliki
prosedur baku, dikaitkan dengan sistem kerahasiaan dokumen negara. Selain itu,
tindak lanjut pengawasan oleh pemerintah daerah yang belum transparan, termasuk
belum terdapatnya , pengaturan terhadap pemberian sanksi kepada pemerintahan
daerah melakukan kesalahan terhadap masyarakat dalam melakukan pelayanan
publik.
Apalagi sistem koordinasi pengawasan antara aparatur , pengawasan,belum
sepenuhnya sejalan dengan kebutuhan pengawasan yang dikehendaki masyarakat.
Dengan melihat permasalahan dan sasaran pengawasan yang ingin dibangun maka
diperlukan strategi penyusunan sistem perencanaan pengawasan yang
terintegrasikan antara pengawasan eksternal dan internal , penegakan sanksi
yang tegas terhadap pelanggaran penyelenggaraan pemerintahan, penyusunan
regulasi pengawasan instansi pemerintahan daerah ,penyusunan regulasi tentang
memperoleh informasi pemerintahan oleh publik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia dapat kita lihat dalam 3 proses menurut bagir manan
disebut dengan proses bukan sebagai asas diantaranya
sentralisasi,desentralisasi,tugas pembantuan, kaitannya dengan otonomi
dalam kepustakaan dibagi menjadi 3 yaitu otonomi formil, otonomi materiil
dan otonomi riil.
2. Dari
bentuk-bentuk utama pemencaran penyelenggaraan negara dan pemerintahan, akan
dijumpai paling kurang tiga bentuk hubungan antara pusat dan daerah. Pertama ,
hubungan pusat dan daerah menurut dasar dekonsentrasi teritorial. Kedua,
hubungan pusat dan daerah menurut dasar otonomi teritorial. Ketiga, hubungan
pusat dan daerah menurut dasar federal.
3. Di
dalam hubungan antara pusat dan daerah paling tidak ada empat faktor yang
menentukan hubungan pusat dan daerah dalam otonomi yaitu hubungan kewenangan,
hubungan keuangan,hubungan pengawasan,dan hubungan yang timbul dari susunan
organisasi pemerintahan di daerah.
4. Pelaksanaan
otonomi daerah bukannya meningkatkannya kesejahteraan masyarakat dari segi
ekonomi (finansal) dan pelayanan publik tapi sebaliknya wabah korupsi yang
merajai hampir sebagian besar pemerintah daerah. Korupsi menjadi sisi gelap
dari pelaksanaan otonomi daerah selama beberapa tahun perjalanannya .
B. Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, makalah ini mempunyai banyak kekurangan
dan jauhnya dari kesempurnaan, oleh karena itu segala kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat lah penulis harapkan terutama
dari bapak dosen pembimbing dan rekan pembaca sekalian demi kesempurnaan
makalah ini dimasa mendatang, semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua
dan menambah wawasan kita.
DAFTAR
PUSTAKA
Muthali’in, Achmad 2012 Bahan Ajar PLPG Pendalaman Materi Bidang Studi PKN
SD Surakarta